Recent Posts

a note to myself


Aku mungkin memilih menjadi dirimu sejak awal, atau justru dipilihkan semesta. Sampai aku berhayal, kenapa tidak memilih lahir jadi anak anggota DPR ya, kan enak jalan-jalan ke luar negeri pakai uang negara. Tapi toh, pada akhirnya aku lahir sebagai dirimu. Manusia keras kepala dengan mimpi segudang yang kadang tidak realistis.

Membahas mimpi denganmu selalu membuat melankolis. Seperti air mata yang enggan menetes, kaupun enggan berterus terang. Katamu mimpimu itu terlalu mengawang-ngawang, terlalu memalukan jika orang lain tahu. Semustahil apapun itu,tapi selalu ada cara menggapainya. Itu yang kusukai darimu, manusia egois keras kepala yang optimis.

Tapi mengapa akhir-akhir ini kau selalu terlihat murung. Bahkan tak jarang diam-diam meneteskan air mata. Suatu hal yang dulu sering kita tertawakan. Bukankah dulu kau bilang air matamu sepertinya sudah tidak diproduksi lagi?

Apakah akhir-akhir ini realita menghantammu dengan sangat keras? ataukah seperti yang selalu kau katakan, ekspektasimulah yang perlahan membunuhmu diam-diam. SUDAHLAH, bukankah sudah saatnya berhenti menjadi orang yang selalu berusaha menyenangkan semua orang?

Kau pasti lelah kan? kapan terakhir kali kau jalan-jalan tidak jelas di mall, makan eskrim atau sekedar keliling di toko buku?

28 tahun bukan waktu yang singkat. Jika menanam pohon durian, mungkin sekarang buahnya sudah bisa dipanen dan dibagikan ke tetangga. Harusnya ini waktu yang cukup dong untuk belajar ini itu.

akan ada suatu momen dimana segala sesuatunya menjadi buram. suatu momen dimana kamu akan berharap bisa melihat masa depan lagi dengan jelas. berharap kamu bisa jadi dirimu yang dulu yang tahu pasti akan kemana, dan jika sedang tersesat akan selalu ada orang-orang yang menerima, akan ada rumah untuk kembali.

haha, lucu sekali. sejak kapan kamu punya rumah?

akan ada suatu momen dimana semua yang terlihat jelas, menghilang. dimana kamu harus memulai dari awal meraba-raba. Kemana? Bagaimana?

aku tahu akan ada suatu momen ketika harapan itu hanya terdengar seperti mitos.

tapi aku mau kamu tahu, ketika momen itu datang, percayalah kamu tidak sendiri. Percayalah selalu ada rumah, selalu ada orang-orang baik yang akan mengulurkan tangan dan memberi terang. Tidak mudah memang. Kehilangan kepercayaan kepada segala hal itu wajar. Kecewa itu wajar, marah juga. Bersedihlah secukupnya. Jangan biarkan air mata membuat jalanmu buram.

aku juga tahu, terkadang kamu merasa sendiri. takut mengeluarkan suara karena takut tidak ada yang mendengar. Selalu menjadi pendengar tidak salah kok. Tidak selamanya kamu akan berada di sudut remang-remang suatu pesta. Lagi-lagi aku ingin mengingatkan, akan ada waktu nanti untuk lampu sorotmu.

Ingatlah, jika beban di pundakmu tak lagi tertahankan, lepaskan satu-satu. Beristirahatlah, karena esok kamu harus lebih kuat.

Bukankah kita sepakat, hidup ini seperti buku dan kitalah penulisnya. Semua yang terjadi adalah buah dari keputusan-keputusan kita di masa lalu, keputusanmu! Tidak ada yang salah. Semua hanya memberi warna untuk ceritamu, apakah itu konyol, sedih, tolol, atau kecewa. Semuanya akan indah karena merekalah pondasi dari buku langkah ini.




i love you

I let you go because I think I'm obsessed with you.

I let you go because my love is so strong that it can destroy you.

 

I let you go, go where ever you want. Hope one day you'll feel what I feel. This loneliness


You said I'm toxic when I'm alone, Baby, whose fault is it?  you make me feel lonely while you're busy chasing the void

You said I'm toxic, baby my love is poisonous you better run.


I let you go because you don't love me more than PS5 



Gloomy Day





Akan ada suatu momen dimana segala sesuatunya menjadi buram. suatu momen dimana kamu akan berharap bisa melihat masa depan lagi dengan jelas. 
Berharap kamu bisa jadi dirimu yang dulu yang tahu pasti akan kemana, dan jika sedang tersesat akan selalu ada orang-orang yang menerima, akan ada rumah untuk kembali.

Akan ada suatu momen dimana semua yang terlihat jelas, menghilang. dimana kamu harus memulai dari awal meraba-raba. Kemana? Bagaimana?

aku tahu akan ada suatu momen ketika harapan itu hanya terdengar seperti mitos dan keberhasilan hanya fantasi yang diciptakan media. 

tapi aku mau kamu tahu, ketika momen itu datang, percayalah kamu tidak sendiri. Percayalah selalu ada rumah, selalu ada orang-orang baik yang akan mengulurkan tangan dan memberi terang. Tidak mudah memang. Kehilangan kepercayaan kepada segala hal itu wajar. Kecewa itu wajar, marah juga. Bersedihlah secukupnya. Jangan biarkan air mata membuat jalanmu buram.

aku juga tahu, terkadang kamu merasa sendiri. takut mengeluarkan suara karena takut tidak ada yang mendengar. Selalu menjadi pendengar tidak salah kok. Tidak selamanya kamu akan berada di sudut remang-remang suatu pesta. Lagi-lagi aku ingin mengingatkan, akan ada waktu nanti untuk lampu sorotmu.

Ingatlah, jika beban di pundakmu tak lagi tertahankan, lepaskan satu-satu. Beristirahatlah, karena esok kamu harus lebih kuat.

Bukankah kita sepakat, hidup ini seperti buku dan kitalah penulisnya. Semua yang terjadi adalah buah dari keputusan-keputusan kita di masa lalu, keputusanmu! Tidak ada yang salah. Semua hanya memberi warna untuk ceritamu, apakah itu keputusan yang konyol, sedih, tolol, atau kecewa. Semuanya akan indah karena merekalah pondasi dari buku langka ini.



Tren Hustle Culture dan hubungannya dengan Progress Paradox

Tren Hustle Culture dan hubungannya dengan Progress Paradox



Akhir-akhir ini gue terlalu nyaman bangun kesiangan. (Bukan berarti selama ini bangun pagi jugaaa..)

Ya gimana dong. Harusnya kan perusahaan me-workfromhome-kan gue, secara kerjaan bisa juga gue kerjain sambil rebahan (mencari pembenaran). Tapi ya gitu, harus ngantor. But anyway, the new normal di kantor gue selama pandemi adalah masuk jam 9 DAN BOLEH TELAT!!

And if you dont know me, gue adalah salah satu jenis manusia yang akan menghalalkan segala macam cara agar bisa bersantai di pagi hari. Kalau bisa telat, kenapa harus on time?
terlalu nyaman bangun siang membuat gue makin hari makin mager, terkadang juga tidak masuk kantor karena ketiduran.

Beberapa hari lalu seorang teman pernah bilang dia akan merasa jadi orang paling gagal kalau bangun kesiangan, dan gue setuju. Waktu itu kita sedang membahas tentang bad habbit masing-masing selama pandemi. Mulai dari begadang main game sampai merasa useless karena cuma bisa rebahan. Tak lupa juga saling mengingatkan untuk mengubah kebiasaan buruk sedikit demi sedikit, yang sejauh ini tampaknya hanya wacana!

Sejak adanya pandemi, gue merasa keseharian gue hanya diisi dengan rebahan, nonton, stalkingin orang buat digibahin di grup whatsapp, begadang nggak jelas lalu mental breakdown. Tidak adanya deadline memberikan alasan buat gue menunda pekerjaan. Semakin gue menunda, semakin gue merasa tidak produktif, merasa gagal, merasa tidak ada tujuan dan masa depan.

Padahal kalau dipikir-pikir lagi, bukannya sekarang saat yang paling tepat buat produktif?

Sebelum covid19 menyerang, kita selalu disibukkan dengan pekerjaan, deadline sana sini, belum lagi jadwal meet up dan ngopi cantik yang rasanya tidak enak jika ditolak. Sadar atau tidak, kesibukan tersebut membuat kita terseret ke dalam hustle culture. SIBUK, SIBUK, SIBUK. Sehingga tidak jarang dari kita yang jadi lupa menikmati hidup.

In hustle culture, taking the break is for the weak. Hanya orang-orang lemah yang beristirahat, kalau mau sukses ya harus kerja terus, harus sibuk terus. Tapi dengan adanya pandemi, kita diberikan sebuah pemahaman baru bahwa 'its okay to stay home and do nothing'. yang tidak okay itu kalau masih keliling-keliling sok nyari angin.

lebih lanjut bisa kalian tonton dulu video GitaSav di bawah ini:



Sampai di sini gue jadi mikir, mungkin nggak sih Tuhan sengaja mengizinkan wabah ini terjadi supaya kita jadi lebih sering di rumah dan berkontemplasi?

Bukannya bersyukur karena bisa lebih santai, kita malah memperumit keadaan dengan overthinking, bad mood, insecure, bla bla bla.. Mengingatkan gue sama halaman ke sekian di buku terbaru Mark Manson yang gue baca beberapa hari lalu tentang progress paradox.

Progress Paradox sendiri menurut Mark Manson  adalah sebuah fenomena dimana semakin baik kondisi yang kita dapatkan, kita justru merasa semakin putus asa dan kehilangan harapan. Seperti contoh di masa sekarang yang jika dibandingkan dengan kondisi saat perang dunia, masih jauh lebih baik.

Tren Hustle Culture dan hubungannya dengan Progress Paradox


"Kita memperoleh hak-hak lebih banyak daripada sebelumnya. Separuh planet telah memiliki akses internet. Kemiskinan ekstrem menyentuh level yang paling rendah di seluruh dunia ... kematian anak berkurang... dan kekayaan lebih melimpah dari masa-masa sebelumnya" -Everything is fucked-

Bukannya enak hidup di jaman sekarang? segala sesuatunya tersedia dan dimudahkan, tapi justru manusianya tambah tidak bahagia.

Esterbook dalam bukunya Progress Paradox: How life gets better, while people feel worse, juga menjelaskan begitu banyak data yang menunjukkan bahwa standar hidup dianggap jauh lebih baik daripada 50 tahun yang lalu. Bahkan, as Esterbook quips “70 percent of the nation are members of the jet set.” Sobat misqueenku pasti bertanya-tanya: Kaum jetset kok tidak bahagia, padahal harta berlimpah? Well, kalian tidak sendiri, lebih lanjut Esterbook menuliskan:

"With all these advancements, you'd think Americans would be happier than ever? Not true. People are worse off. Happiness levels have remained stagnant since the 1950s, while diagnoses of depression have skyrocketed! ... yet it still is shocking that the improved health, education and other measurements of living standards have not coincided with higher levels of happiness"

Jika kalian pikir, orang Amerika bahagia dengan segala kemewahannya, tingkat depresi justru meningkat dan tingkat kepuasan menjadi lebih sulit untuk dipacai. 

Kedua penulis ini kemudian membuat gue kembali ke masa kuliah. Jika dipikir lagi ungkapan bahagia itu sederhana masih berlaku saat itu. Bisa nonton youtube dengan kualitas 360p saja sudah senang minta ampun. Nongkrong berjam-jam di Mekdi makan eskrim rasanya sudah seperti anak gaul. Dapat traktiran teh gelas dari temen juga bersyukurnya kayak menang undian. Lah, dibandingkan sekarang, jangankan teh gelas, teh botol sekardus juga bisa dibeli, tapi kok rasanya biasa saja dan tidak ada artinya sama sekali. Ternyata, segala kemudahan yang ada sekarang bukannya membuat gue lebih bahagia, tapi justru merasa semakin suram. 

Lalu, apa hubungannya dengan hustle culture?

Oke sedikit desclaimer, ini adalah buah pikiran yang gue dapatkan sambil ngucek baju sehingga tidak bisa dijamin kebenarannya seratus persen. Menurut gue, salah satu penyebab ketidakbahagiaan bahkan tingkat depresi meningkat jaman sekarang dan memunculkan progress paradox adalah hustle culture. 

Tentu teori ini tidak muncul begitu saja jika tidak gue alami sendiri. Sebelum pandemi bisa dikatakan gue jarang sekali di rumah. Kalau bukan pergi nonton sendiri, nongkrong sama temen, sok lembur di kantor juga salah satu penyebabnya. Hari-hari gue selalu dipenuhi dengan kata (sok) sibuk. Tidak ada waktu untuk berhenti sejenak dan 'beristirahat'. Kepala gue selalu dipenuhi dengan pekerjaan dan ambisi ini itu bahkan sampai 5 tahun kedepan. Separah itu sampai gue memandang rendah orang yang hidupnya dihabiskan untuk rebahan dan tidak produktif. Saat itu gue belum tahu tentang hustle culture sehingga belum melabeli diri dengan julukan 'The Hustlers'. 

Hustlers don't sleep, we nap! 

Slogan yang mungkin akan dengan bangga gue bikinin story di instagram waktu itu. Gue bangga menjadi bagian dari kaum milenials yang sibuk, kurang tidur, ngopi biar malamnya begadang lagi, sok punya deadline dan menunjukkan kepada dunia betapa tidak adanya waktu buat gue istirahat because again taking a break is for the weak!

oya, satu lagi : Gue sibuk nyari dollar, nggak ada waktu buat nyari pacar

i mean, jones ya jones aja Jubaedah!

Lalu apakah gue bahagia dengan segala kesibukan itu? Sama sekali tidak... 
tanpa sadar gue berlomba dengan entah apa. Gue memandang hidup sebagai arena balap. Gue jadi dihantui kekhawatiran akan kalah jika bersantai. Setiap kali ada waktu bersantai, gue selalu bilang ke diri gue sendiri  'i can be more busy and earn more money'. Gue merasa dengan segala kemudahan yang ada di zaman sekarang ini, gue bisa melakukan hal yang lebih lagi. I can do better than this, I CAN DO MORE! Jargon-jargon seperti 'Push yourself to the limit' menjadi mantra gue setiap hari. Kerja, kerja, kerja. Sampai terlalu sibuk bekerja dan lupa bahagia.

user uploaded image

Gue diperbudak oleh pikiran sendiri yang tidak hanya berimbas ke kondisi mental tapi juga keuangan gue. 

Work hard, shop harder. Gue jadi lebih boros dari sebelumnya dengan alasan memberikan reward ke diri sendiri. Lagi-lagi tanpa sadar gue mengukur segala sesuatu dari materi dan kehilangan makna dari hidup. 

Time flies, negara api menyerang. Corona tiba di Indonesia dengan selamat. Gue dipaksa 'paused' dari segala kesibukan dan menyambut new normal 'DI RUMAH AJA'. Bergalau ria sok overthinking betapa tidak bergunanya hidup gue sekarang yang seharian hanya rebahan dan bangun kesiangan cuma buat masak indomie dan tidur lagi. Gue jadi lebih paham, produktif tidak harus sibuk, semoga sambil rebahan gue bisa sambil produktif (you wish!). Berhenti dulu deh mikirin kerjaan, lagian kerja kan untuk hidup, bukan hidup untuk kerja!

Well, semua akan rebahan pada waktunya. Stay home, stay save!

Ketika Harapan dan Kenyataan tidak Sejalan





"Berlebihan nggak sih kalo gue merasa akhir-akhir ini doa gue nggak di dengar sama Tuhan?"
Sebuah monolog dengan diri sendiri beberapa hari lalu sambil duduk gabut memandangi tanaman yang sekarang tinggal ranting di teras rumah.

Kalian pernah tidak sih mikir kayak gitu? Lebbay sih, tapi itu yang selalu terngiang dalam kepala setiap kali memikirkan tentang kesialan-kesialan yang harus gue alami di awal tahun sampai sekarang. Padahal, sebelumnya gue sudah dengan penuh niat membaca buku fengshui dan ramalan shio. Harusnya menurut buku tersebut, tahun ini menjadi tahun yang menyenangkan untuk shio gue. 

Tulisan ini sepertinya  akan mengandung amarah-amarah yang tidak tersalurkan dan kesedihan-kesedihan yang sempat terlupakan. Mulai dari gimana gue menyalahkan Tuhan untuk doa-doa yang tidak terkabul, kenyataan yang tidak sesuai ekspektasi sampai mimpi-mimpi yang tertunda akibat keadaan.

(tarik nafas, elus dada)

Oke, gue jabarkan satu-satu pakai alur maju mundur biar yang baca makin bingung.

Gue bukan orang yang religius. Teman-teman gue tau, bahkan surga dan neraka pun masih gue ragukan keberadaannya. Bukan, gue bukan agnostik apalagi atheis, gue cuma sedang belum mencapai level spiritual seperti orang-orang pada umumnya. Intinya, gue malas ke gereja dan berdoa. 

Sampai akhirnya gue jatuh sakit.

Seumur-umur baru di tahun 2020 ini gue masuk rumah sakit setelah demam 1 minggu. Gue benci rumah sakit, baunya, makanannya, tampilannya, dan semua yang berhubungan sama rumah sakit. Belum lagi harus sakit ditengah-tengah maraknya Corona. Gue nggak bakal ke rumah sakit kalo bukan karena terpaksa (baca: dikirain kena corona). 

Lebih mending rebahan aja di rumah ye kan. Selain harus menahan rasa  tidak enaknya saat badan menggigil, gue masih harus overthinking tentang bagaimana tidak berdayanya gue di posisi saat itu sampai harus merepotkan orang lain. (Shout out untuk yang bawa dan jaga gue selama di rumah sakit, gue berhutang banget sama kalian). Akhirnya, dalam ketidakberdayaan itu, gue berdoa. Gue bilang ke Tuhan kalau gue tidak boleh sakit, tidak sekarang, tidak disaat gue merasa tidak memiliki siapa-siapa yang bisa gue andalkan. Mungkin itu adalah doa pertama yang gue panjatkan selama tahun 2020.

Long story short, gue teteuppp aja sakit. Demam selama berhari-hari dan merepotkan semua orang di sekitar gue.





Gengsian mungkin kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan diri gue dari dulu sampai saat ini. Gengsi minta tolong, gengsi kalau merasa tidak berdaya dan membutuhkan orang lain. I mean, i know. Gue manusia bukan warga planet Namek! dan semua manusia sudah dirumuskan sebagai makhluk sosial yang butuh pertolongan manusia lainnya. Harusnya gue tidak usah gengsi dong ya, iya kan? iya dong!

Tapi nggak tau ya isi kepala gue selalu saja sehalu dan secomplicated hubungan asmara Kekeyi dan Rio Ramadhan. Halu akan kehidupan lebih baik dimana gue bisa semuanya tanpa membutuhkan bantuan orang lain dan complicated karena selalu berpikir orang-orang yang membantu mungkin saja tidak ikhlas dan akan menuntut pamrih di kemudian hari. 

Hal ini juga berlaku sebaliknya, gue takut berbuat baik seperti memberi sesuatu ke orang lain. Gue takut ketika niat baik gue dinilai buruk atau meminta balasan, padahal memberi ya memberi. Mungkin itu juga yang menjadi penyebab gue 'pelit', karena gue melihat perihal 'memberi' sama halnya dengan 'melepas'. Dalam artian, ketika gue memberi sesuatu, itu artinya memang sudah tidak butuh lagi atau merasa itu 'tidak seberapa', atau orang tersebut lebih membutuhkan dari gue, sehingga gue akan rela 'melepaskan' apapun yang gue berikan tersebut. Beda halnya ketika memberi karena 'dipaksa'. Jujur gue bukan orang kudus yang selalu ikhlas dan tulus, kadang-kadang juga punya punya harapan tertentu sesederhana ucapan terimakasih.

Gimana, udah bingung? Iya, isi kepala gue memang serumit itu, kadang juga gue bingung sendiri.

Situasi diperburuk dengan adanya embel-embel drama keluarga yang bikin gue rasanya mau mati. Sebagai anak yang tinggal jauh dari orang tua, saat itu gue betul-betul harus menyingkirkan kata 'harga diri' dan 'gengsi'. Menginjaknya sampai hilang dan memberanikan diri buat minta tolong ke orang lain. Gue harus terima bahwa saat itu gue sedang 'merepotkan' mereka yang bisa dibilang bukan keluarga dekat.

Banyak yang mungkin berfikir 'santai aja kali' . Tapi buat gue itu sesuatu yang tidak bisa disantai-santaiin. It's a big thing for me. 

Gue selalu bilang ke diri sendiri, hutang uang bisa dilunasi tapi hutang budi tidak. One day, orang-orang tersebut mungkin akan berbalik dan bilang "Dulu waktu dia sakit, kalo bukan karena saya .. bla bla bla...". I know, ini pikiran paling toxic yang mungkin selama ini menggerogoti otak gue. 

Itu kesialan pertama yang paling membekas di hati. Kedua yaitu batalnya rencana jalan-jalan yang sudah gue dan seorang teman rencanakan tahun lalu karena adanya faktor yang tidak bisa gue ceritakan di sini. Masih sabar dong gue. "Toh masih ada agenda jalan-jalan lainnya bulan Maret", kata gue menenangkan diri sendiri. 

Gue harap di titik ini kalian sudah bisa menebak, rencana tersebut harus dibatalkan lagi gara-gara Corona. Mimpi gue hangus bersamaan dengan uang yang tidak bisa direfund. Gue masih sabar,berusaha sabar lebih tepatnya.

Sabtu, 21 Maret harusnya gue duduk manis di Starbucks bandara, berlaga kaya menikmati salah satu kopi mereka yang harganya tidak masuk akal sambil menunggu pesawat yang akan membawa gue ke Surabaya. Esoknya harusnya gue sudah menikmati sejuknya kota Batu, lalu menikmati pengalaman pertama gue naik kereta api ke Jogja.  Tapi lagi-lagi kenyataan berkata lain. 

Sebelumnya gue sudah minta cuti ke atasan. Gue ingat banget bagaimana salah satu bos di perusahaam tersebut bilang kalau gue bakal dipecat kalau-kalau nekad pergi ke Jogja yang saat itu sudah menjadi zona merah. 

Dalam hati gue bilang, kalau tidak bisa ke Jogja, ke Bali pun jadi. Diam-diam gue berencana beli tiket last minute ke Bali. Jujur saat itu gue tidak memikirkan bahwa gue mungkin akan terpapar Corona di Bali. Gue masih menjadi salah satu penganut "Kalau sudah waktunya mati ya mati, mau di rumah atau di Bali, dimana saja sama".  Tapi, lagi-lagi kenyataan berkata lain. Tepat hari itu gue masuk rumah sakit dan tidak masuk kantor selama seminggu lebih. Cuti yang susah payah gue dapatkan justru dihabiskan dengan terbaring  di rumah sakit.

Belum lagi kenyataan bahwa ternyata gue tidak masuk perengkingan PNS padahal nilai gue melewati passing grade. Pengumuman sedih yang gue baca sambil duduk manis menikmati bubur rumah sakit yang tidak ada rasanya sama sekali. Gue gagal, lagi. Seperti tahun lalu. 

Tidak cukup sampai disitu, kabar pertama yang gue dapatkan ketika akhirnya bisa mengumpulkan energi lagi dan masuk kantor adalah pemotongan gaji sampai 50%. I mean, why? 

Gue ingat bagaimana sedih dan pengen teriaknya gue saat itu. Rasanya seperti semesta sedang sangat tidak berpihak sama gue. 

Sebelumnya gue bukan tipikal orang yang senang bersedih lama-lama dan cenderung suka melarikan diri dari kesedihan itu sendiri. Kalau dipikir-pikir lagi , hal pertama yang akan gue lakukan ketika harus menghadapi kejadian seperti di atas adalah keluar rumah, jalan tidak jelas di mall, nongkrong sendirian di Mekdi atau nonton film. Sebuah kegiatan yang sangat ampuh untuk mengalihkan otak dan hati gue. Tapi tidak dengan situasi sekarang. Work from home, lockdown, PSBB, apalah istilahnya. Dimana tempat rame yang bisa gue kunjungi buat cuci pikiran hanya indomaret dan toserba membuat gue merasa terkungkung.

Kelamaan di rumah dan tidak bisa kemana-mana bikin otak gue rusak, sensitif, dan emosi tidak stabil. Sampai-sampai orang terdekat gue yang kena imbasnya. Maaf ya :'(




Sambil nulis ini gue dengerin lagu yang dulu dikirimin seseorang 
(duh jadi kangen dia)  yang katanya bagus apalagi kalau sambil mendengarkan bacotan Sandiaga Uno di Makna Talks (Mas Sandi ternyata orangnya smart dan pekerja keras, sebuah podcast yang mengubah pandangan gue banget!)

Anyway, sekarang ini pikiran gue tidak bisa fokus pada pekerjaan, makanya gue memutukan untuk menulis alih-alih mengurusi pajak perusahaan. 

Seperti mantra, alunan lembut musik yang katanya bisa bikin relax ini justru bikin gue tiba-tiba merasa sepi.  Perasaan yang sama gue rasakan sekitar dua hari lalu. Ketika gue merasa sedang di fase mental breakdown. 

Sebuah fase yang kini gue yakini harus gue alami agar tidak lagi melarikan diri dan memberanikan diri untuk menghadapi segala yang sudah terjadi dan berbicara dengan diri sendiri dan Tuhan (ceileee, kayak orang bener aja!)

Di masa-masa perenungan gue (yang saat itu gue lakukan di kamar mandi), gue cuma bisa menyalahkan Tuhan dan keadaan.

WHY?

Kenapa gue harus mengalami hal seperti itu?

Kenapa gue tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengubah semuanya?

Kenapa justru orang yang gue harapkan bisa menghibur di saat seperti ini justru pergi?

dan Kenapa Tuhan seolah-olah menutup telinga untuk semua doa gue?

Gue ingat berjalan lesu ke teras rumah tempat beberapa bunga yang tidak lagi terurus sambil bermonolog dengan diri sendiri. Mengingat kembali hal-hal yang telah berlalu. Mencari-cari letak kesalahan, yang ternyata adanya di diri gue sendiri. 

Ya, gue akhirnya sadar, letak kesalahannya adalah harapan gue yang terlalu tinggi dan kesombongan yang bersembunyi di baliknya. Ibaratnya, gue terlalu berharap untuk terbang tinggi, disaat sebenarnya gue masih harus belajar, dan gue yang sombong bahwa gue sudah bisa melakukan ini itu tanpa bantuan orang lain.

Sebuah kesimpulan yang akhirnya membuat gue memahami. Bukannya Tuhan tidak mendengar doa, bukannya keadaan yang membuat segalanya terlihat salah, tapi pemikiran dan sudut pandang gue yang memang dari sononya sudah rumit. 

Gue akan mengakhiri CURHATAN tulisan ini dengan bilang, untuk yang pernah atau sedang merasa kenyataan ternyata tidak sejalan dengan ekspektasi, jangankan tertawa-tersenyum pun susah, gue mau kalian duduk sebentar (boleh minum kopi, ngerokok atau sekedar makan gorengan) dan melihat ke dalam diri sendiri. Mungkin selama ini kalian sama halnya gue lebih suka kabur daripada menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan. Yuk lebih berani lagi! 

Tuhan bukannya menutup telinga untuk doa-doa kita. Jika tidak dikabulkan sekarang, mungkin suatu hari di masa depan. Akan ada waktunya untuk segalanya menjadi indah seperti rencana Tuhan untuk setiap umatNya.
                                                                      Asseekkkkkk!!!



https://infinitemirai.wordpress.com/tag/flavours-of-youth/

PS: Untuk orang-orang yang selalu ada saat gue senang maupun sakit, kalian lebih berharga dari tiket jalan-jalan ke Jogja! 



Kau dalam segelas whiskey






aku ingin melihatmu di setiap tulisan-tulisanku,
menguraimu lewat kata-kata
mengenangmu dalam sebait puisi abstrak tanpa rima

aku ingin...
menenggalamkan wajahku kedalam pelukmu,
mengunci aromamu dalam kepalaku

aku ingin tau sejauh mana kau bisa menginspirasiku

kapan lagi ceritakan semua ceritamu padaku?
tentang kisah yang selalu membuatmu tertawa
tentang kegagalan dan perjuangan yang takdir haruskan untuk kau taklukan
atau penyesalan di masa lalu
apa saja, aku menyukai semua versi ceritamu
Pergimu tidak mematikan mereka

lagipula cinta yang selalu indah itu kata siapa?
mengenalmu membuatku menikmati sepi lebih dari sebelumnya
memuja pagi mendung yang tampak suram
mengingatmu lagi dalam kecap whiskey sisa semalam

Dear You!



Dear you,

Today is your birthday, and i have no idea what gift i can give you for your special day since you are too far away. I can't even send you a birthday cake, it will get rotten after 51 hours shipping. So i decided to sit down at one of my favorite coffee shop and try to put together some words in my head and my deepest heart into this letter. Hopefully you can understand it since i am not good in writing English. LOL

Alrightt,, this is it!! 13 reasons why i like you:


1. You are like the smell of coffee at 8 am, saying good morning making me happy.
2. You send me dumb jokes, make me laugh when i'm sad, and are okay with me complaining all the time
3. You always know what to say when i get mad at you, you heal me
4. You want to play stupid games with me even if you don't understand the rule i made.
5. About the catdog thing, sometimes i think you can read my brain and it's scary but fun at the same time
6. You will always be there and reply my text for hours. Oh and i like the way you always find a way to text me even if you are busy doing homework, going out with friends, or even when you are not in a good mood.
7. You are smart, remember when you tell me Kiwi is actually a bird? I didn't know that goshhh!
8. You are a weirdo that dreams a weird dream about monsters and alien, and i'll be here every morning waiting for you to tell me all those dreams. Let's go to Area 51!!!
9. I like reading all your stories and i like playing 'manager' to keep you focused. It's not for you but for my own good hahaha its because i want to read your stories everyday.
10. You are a great story teller and a cabul writer.
11. Do you know how much i admire you for your passion that you always focus on your dreams and the fact that you never skip class just to have a good score? you nerd!
12. You know that i'm a big fan of your weird doodles and drawing
13. Last but not least, i like your beard, fingers, neck hahahha oh and other things that i couldn't write here 😏

At this point, you might wondering why 13? i don't know. Maybe because 10 is boring? Well, i probably have 100 reasons more but it will take time to write it down. You know i'm LAZY and i'm about to nap and it's quite challenging to write essay in English 😅

Having you as my partner in crime, as my friend, as my sensei and as my big brother is like my wildest fantasy. I never imagined i'd find someone as unique and smart and kind as you.

I hope ONE DAY you also find someone like that as i found you, someone that is happy to have you even you are miles away, someone who doesn't make you sad and lonely at night. Someone who laughs at your dumb jokes, someone who listens to your stupid theory about movie you just watched (or haven't watched or heard from your friend whatever, i don't know how you make theory about joker and you haven't watched it), someone that is okay with your weird music. Someone who will follow you on a space mission. Someone that doesn't make you a second guess and last but not least someone with a nice boobs and pierced nipples and bums wokwokwokwokwokkk!😂😂😂

Well, since you said everything is average i'll give you a mission. I know, i know, you have so many missions from me 😜 but this one is important. I want you to go out enjoying life, drink alcohol and get drunk, smoke pot, and don't just stay in your room doing homework or card game.

HAPPY BIRTHDAY!!

Izinkan aku bercerita tentang dia, Wan!

travelendlesure.com

hai, Wan apa kabarmu?
sore ini aku ingin bercerita
tentang orang asing yang ternyata bisa bikin nyaman

iya.. ternyata

lihat jam tanganmu, sudah pukul berapa?
ini tidak akan lama, luangkan waktumu

Aku mulai darimana ya?
Oh iya, ini tentang orang asing itu
Yang melalui matanya kulihat diriku yang lebih baik,setidaknya menurutku
Lebih terbuka, dan yang paling penting lebih bodo amat.
Yang juga karenanya aku ingin menjadi sisi diriku yang dulu hanya sebatas imaji,
Seorang petualang

Ah, bukankah kau juga sering menyebutku petualang
Liar pasca berpisah dengan si A, begitu katamu
Menyebut namanya pun kau tak sudi

Kau selalu melihatku sebagai seorang yang hancur lebur setelah ditinggalkan cinta lama
Kau selalu menganggapku suka bermain
Melompat dari satu hati ke hati yang lain
Entah mencari apa! Gerutumu...

Cari apa kau? tanyamu setiap kali kuceritakan tentang mereka
Bosan lagi? Celetukmu tiap kali mendengar dering ponselku yang lalu kuabaikan
Yang kemarin apa kabar? sindirmu pedas melihatku yang senyam-senyum berbalas pesan

Tapi kali ini beda, Wan!
Jelasku berapi-api.

Orang ini seperti melihat diriku yang lain.
Bukan aku yang pernah terluka,
Bukan aku yang selalu murung dan kesepian,
Bukan aku yang seperti takut memulai hubungan

Tapi seperti dirimu, dia melihatku sebagai seorang petualang
Yang akan selalu tersenyum
Yang terbuka untuk setiap kesempatan
Yang tidak terbelenggu tradisi jam malam

Dia melihatku sepertimu, Wan!
Jelasku sambil memperbaiki posisi duduk
Melihatmu di seberang meja menyeruput segelas kopi hitam
Menikmati pahit manis yang tercampur
Larut dalam pikiranmu sendiri



Midnight in Bali

nyabet di pinterest
"setidaknya sekali dalam hidup, kamu melakukan kegilaan yang akan dikenang sampai masa tua"


setuju tapi lupa baca dimana..

Senin pagi, 23 September 2019
Seperti biasa senin pagi selalu diisi dengan kemageran tingkat provinsi. As we all know, monday is a monster day. Jelas hari ini terkenal dengan kekejamannya, bahkan secangkir kopi hitampun tidak akan mampu menjadi penawar bete unlimited karena kemarinnya masih bisa bangun telat, tapi hari ini harus bangun pagi demi mengejar dolar. Ahsiappp!!!

Senin pagi selalu memberikan gue mood yang tidak stabil dan cuma bisa diperbaiki dengan nongkrong di kamar mandi berlama-lama, itupun kemungkinan berhasilnya hanya 50%. Biasanya di moment kayak gini, otak suka kepikiran hal-hal absurd. Bisa tentang kesalahan-kesalahan bodoh di masa lalu, keputusan impulsif yang bikin nyesel, atau serandom-randomnya mikir kira-kira kamu lagi sarapan apa? iya kamu... :)

Nah kebetulan otak gue hari ini sedang normal. Biasanya kalo lagi normal seperti ini, suka mikir hal-hal yang justru tambah bikin bete!  

Tadi pagi kepikiran kenapa ya gue bisa stuck sama pekerjaan yang sekarang. Teringat juga komentar seseorang "Kayak stress sekali ko sama pekerjaanmu". Lah iya ya, kayaknya sih. Apalagi setelah mengenal seseorang (nggak usah dikasih tanda kutip, malas lebbay) dengan pekerjaan keren yang sepertinya seru. Ah, lagi-lagi kesirikan hamba menyeruak ke permukaan hahahaha...

I love my job! that is true! nggak pake melebih-lebihkan. Tapi kalo boleh jujur gue juga pengen punya pekerjaan keren, ketemu orang-orang, dan experience keriaan kalo kata iklan pegi-pegi.

Kerja dari jam 8.30 sampai 17.30 setiap harinya duduk di depan laptop adalah rutinitas yang sangat-sangat membosankan. Meski diselipin dengan nonton youtube dan film di indoxxi but its still boring as f**k! Hamba butuh liburan!

Lebih tepatnya liburan kayak kemarin pas ke Bali. That was fun but more like a nano nano. Happy iya, deg-degan iya, eksplor tempat baru iya, emosi karena teman jalannya rese juga iya, oh dan yang paling greget i met my perfect stranger!!

Sampai di paragraf ini gue bingung mau kasih judul apa: Midnight in Bali kah biar kayak judul film lawas, atau Perfect Stranger biar kayak judul lagunya Jonas Blue? But anyway, apapun judulnya lewat tulisan ini gue pengen bercerita  kegilaan-kegilaan gue menyusuri jalan Legian sampai Seminyak bersama satu orang asing yang mungkin sampai kapan tahun tidak akan bisa gue lupain.

Yes, Sir! Where ever you are now, just want you to know you are my perfect stranger. Although you'll never read this, i want my beautiful memories to save you.

Aduh, jadi meloww kan guenya. Kangen aku, Mas! :-P

Long story short, beberapa bulan lalu (iya maap ini tulisan telat) gue dan seorang teman yang males banget sebutin namanya memutuskan untuk buang-buang duit dan bersenang-senang. Sebelumnya sih rencana mau ke labuan bajo ya say, tapi karena ada kendala yang berarti (a.k.a kapal buat pulang nggak ada) jadilah rencana liburan bareng teman kantor itu dibatalkan.

Nah, budget sudah ada dong, tinggal tempat liburannya saja yang belum ada. Tetiba kepikiran buat ke Bali lagi, secara waktu pertama ke Bali kayaknya kurang seru (baca: tidak mengekslpor dunia malam karena waktu itu belum cukup umur ehemmm)

Karena gue pergaulannya nggak luas-luas amat, jadilah gue komporin temen gue yang kebetulan istri sultan buat liburan bareng tuh. Padahal sih pergi sendiri juga bisa, tapi kalo dipikir-pikir lagi kurang seru ya lagian berdua denganmu pasti lebih hemat kalo kata lirik lagu lagi nih.

Jadi, kita disana itu kurang lebih 7-8 hari. Ini gue lupa persisnya berapa hari. Nah, kita ngambil jasa travel buat 3 hari, dan sisanya kita jalan-jalan sendiri naik grab.

Jalan-jalan sendiri disini maksudnya beneran sendiri ya. Pagi sampe sore itu gue temenin istri sultan buat shoping (BTW gue nggak shoping oleh-oleh ya secara gue gembel), nah pas malamnya ngalong sendiri. Iya, segila itu! Oya, sebelum dijudge jahat karena ninggalin temen di hotel sendirian, ini gue desclaimer dulu nih. So, si istri sultan ini kan lagi program hamil tuh say, doi nggak mau dong minum alkohol dan kena asap rokok. Lah gimana ceritanye diajakin ke club dan minum-minum lucu?

Apakah sampai disini sudah paham atau justru menimbulkan pertanyaan baru : Gimana ceritanye ketemu stranger?

Sabar.. sabar!

Jauh sebelum gue rencanain buat ke Bali, gue join sebuah website bernama couchsurfing buat ancang-ancang ke Thailand (halu). Sesuai taglinenya :


Stay with locals and meet travelers, website ini merupakan platform buat solo traveler untuk bisa numpang gratis di rumah masyarakat lokal atau kalo nggak mau merepotkan ya bisa  meet up-meet up syantik aja sambil ngopi ato ngebir.

Pas kemarin di Bali, baru saja mengaktifkan HP di bandara eh langsung muncul notifikasi saran buat join grup Whatsapp traveler disana. Join dong gue. Ternyata di dalam grup tersebut ada banyak sekali anggota lintas negara(?), jadi harus kudu wajib menggunakan bahasa inggris, which is fun!

Manfaat lain dari grup traveler ini adalah adanya acara meet up mingguan gratisss dan gue mikir "Hmmm banyak bule nih, uunnchh" hahahaha. So, tanpa perlu gue jelasin lagi kalian pasti tau dong apa yang terjadi selanjutnya?

Berawal dari chat-chat di grup Whatsapp, lanjutlah pc-pc dan janjian ketemu. Disinilah cerita ini berawal Hahahahahhaa...

If you are lucky enough to know me hahaha narsis bangke, kalian pasti tahu seberapa gilanya susunan-susunan gagasan dan pemikiran di otak gue. Apalagi kalau sedang di luar kota dalam rangka liburan. Asli gilanya keluar nih anak. Nah tau dong apa yang menarik dari Bali selain budayanya... Yess, dunia malam. Seniat itu gue sampai membuat list beach club dan bar yang harus gue masukin pas disana. Salah satu alasan gue juga buat tidak membuang uang membelikan oleh-oleh dan menyenangkan orang lain adalah karena gue bukan sultan sementara harga minuman mahal sayyy!!

I know i know, kalian pasti mikir "Nih anak sedeng ya, apa kurang belaian, apa nulis ini sambil mabok? apa telat nakal?"

Nope, not at all. Gue nggak sedeng, kurang belaian sih iya, tapi kalo dibilang telat nakal NO NO NO. Its a big No No. Kenapa? karena gue ngerasa justru di umur gue yang sekarang, gue butuh mengeksplor dunia ini dari sisi mana pun. So one day, ketika gue akhirnya memutuskan untuk settle down (kalo ada yang mau ye) ya bakalan fokus sama suami anak dan karir saja.

Justru menurut gue sangat disayangkan kalau sekarang hidup kalian lurus-lurus mengikuti aturan lantas nanti sudah menikah (dilarang-larang suami, diawasin mertua) kalian mengalami yang namanya krisis parubaya alias merindukan masa muda. Pasti mikir deh tuh:

  • Coba ya dulu gue berani minum bir sekarang dilarang suami
  • Mau dong gue jalan-jalan keluar kota tanpa harus mikir dinyinyirin ipar dan ibu mertua
  • Pengen deh gue ke club tapi gimana udah ada anak ini

Yakin dan percaya banyak sekali mama muda di luar sana yang relate sama ini. Kalau udah nikah terus baru 'mau nakal', ya menurut gue itu telat cuy! I mean its time for you to take care of your husband atau kalo udah ada anak ya ngerawat anak, bukan lagi waktunya buat mabok-mabokan (Ahsiappp, kayak Mamah Dede nih tumben lurus otaknye)


Lanjut dulu cuy, nah dari chat-chat sampai telponan gue dan beberapa member CS pun memutuskan untuk meetup di salah satu restoran yang menyediakan wine (karena niatnya emang mau mabs). Dengan penuh semangat gue memilih outfit dong, secara selama ini selalu berpakaian urakan: baju kaos jeans dan hoodie seadanya. Waktu itu gue mikir, mumpung keluar sama bule ye kan, boleh dong pakai baju yang sedikit ehem... hahahhaha tapi setan di kepala gue berhasil dibungkam, dan jadilah gue outfitnya sangat sederhana.

cari-cari di story, judulnya "foto dulu sebelum puyeng"

Yang mau gue tekankan disini bukan masalah outfitnya, tapi keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Jujur sambil make up-an gue sempat khawatir gimana kalo gue diculik, dibunuh, mempermalukan diri sendiri dan mabok parah terus nggak tau ngecor dimana, dan masih banyak lagi pikiran negatif yang memenuhi otak ini. Tapi satu hal yang selalu gue gaungkan ke diri sendiri: WHAT'S THE WORST COULD HAPPEN, GO HARD OR GO HOME. Walaupun sisi suci dan polos diri gue juga bilang banyak hal buruk yang bisa terjadi dengan kenekatan gue ini atau lu ngapain sih ngalong, mending tidur-tidur manja kan di hotel! besok baru jalan lagi.

But hey! Bukan Lian namanya kalo nggak berbuat gila dan mempermalukan diri sendiri! Hidup itu pilihan.
Toh juga lagi liburan. Liburan ya intinya having fun, kalo nggak fun mah bukan liburan namanya. Mumpung lagi di Bali ye kan, kapan lagi! Apalagi berada di kota orang, gue jadi lebih berani bereksperimen, jangankan ke club, ketemu orang asing aja gue rada takut cuy kalo di kota sendiri. Parnoan gue!

Singkat cerita pergilah gue ke lokasi. Rada syok karena ternyata doi tidak seperti yang gue pikirkan hahahha plus member yang lain memutuskan untuk pindah lokasi meet upnya ke tempat lain, alasannya karena disana lebih rame member CSnya. Jadilah gue terjebak sendiri sama si stranger ini ye kan. Setelah berdiskusi sedikit, kami memutuskan untuk "ya udah makan dan minum disini aja, nanti baru lanjut nongki sama yang lain"

Oya, Ini pertama kalinya gue ngerasain yang namanya romantic dinner kayak di film-film itu loh, walaupun nggak sama pasangan : Live music yang amburadul tapi menghibur, snacknya enak (ps: gue nggak makan berat karena takut muntah pas udah oleng secara gue suka bar-bar kalo ada yang enak), wine yang bikin nagih plus teman ngobrol yang menyenangkan. .

He is an amazing guy walaupun dari awal ngobrol gue udah langsung neting alias negatif thinking. (Ya wajar dong ya, cowok (bule pula) berduaan sama cewek dipikirannya apa?) Tapi ternyata oh ternyata tidak seperti itu pemirsa. Justru dia tipikal cowok yang suka ngebimbing
(njir), yang bilang jangan nyebrang kalo belum lampu merah, yang bilang jangan minum terlalu banyak, yang bilang pulang ke hotelku aja yah udah malem hahahhahaha bangcat! Aku rindu kamu larang-larang. ea ea ea

Inilah pentingnya selalu berpikiran positif dan jangan sok cantik!

Gue seneng akhirnya bertemu seseorang yang bisa diajak ngobrol tentang apa saja tanpa adanya prejudis macam-macam, tanpa takut dijudge dan bebas mengutarakan pendapat serta bertukar pikiran. Walaupun sesekali doi mengoreksi kemampuan speaking gue yang pas-pasan. Semisal pengucapan beach dan bitch. :)

Dari dia gue belajar bahwa hidup itu cuma sekali jadi harus dinikmati, "NOW OR NEVER". Doi menggunakan tabungan yang dia simpan selama bertahun-tahun untuk keliling Asia. Sebelum Bali katanya dia ke Vietnam dulu buat mendaki gunung apalah itu. Dia juga sempat pamer foto-fotonya waktu ikutan salah satu festival di India, pakai pakaian adat masyarat Bhutan dan ajang senyum-senyum bareng gajah dan penduduk lokal di Thailand. Keren kamu, Mas, aku rindu jenggotmu hahaha!  :D

Selesai dari resto itu (baca: setelah gue memecahkan gelas wine pertanda sudah saatnya pulang), kamipun memutuskan untuk bergabung dengan member lainnya yang lagi nongkrong di salah satu bar di daerah Seminyak, dan lanjut lagi ke Mixology buat minum soju dan meramaikan acara battle dance sesama member yang juga kebetulan dari komunitas streetdance.

Gue pulang jam 3 pagi dong dari Mixology sambil puyeng-puyeng manja!!Hal yang gue khawatirkan dari awal ternyata hanya sebatas kekhawatiran tidak beralasan. Kesialannya cuman ditipu mas-mas grab sampe harus pinjam duit di resepsionis. Hadehh.

Hal yang bikin gue untuk akhirnya memutuskan menulis cerita ini adalah karena gue ingin membagi gimana serunya bertemu orang asing (nggak harus bule,lokal juga boleh hahahaha). Gue tau sebagai cewek kita pasti dituntut untuk lebih berhati-hati apalagi jika berurusan dengan orang asing dan gue setuju. Tapi alasan itu jangan sampai membuat kita mengurung diri dan kemudian takut mengeksplore hal baru. Selain rumah, kantor dan kamar, masih banyak sekali hal di luar sana yang bisa kita ulik, entah dari orang-orang, lingkungan, pergaulan, apapun deh pokoknya.

Seperti kata quote di instagram, setiap hati punya cerita. Percaya sama gue, setiap stranger yang kalian temui pasti memiliki cerita serunya masing-masing. Luangkan waktu untuk mendengarkan , atau jika cukup beruntung boleh juga bercerita. Ceritakan hal-hal yang mungkin tidak bisa kalian share ke orang-orang terdekat.

Prinsip gue saat itu adalah "Go hard or Go home". I know, kesannya kotor banget ampas, tapi menurut gue diusia muda ini, kalian harus meluangkan satu waktu untuk melakukan hal gila yang bisa kalian kenang atau ceritakan ke anak cucu di masa tua nanti. Nggak harus minum-minum, ngerokok ato clubbing, banyak kok hal gila lainnya yang bisa kalian lakukan hahahahha

Say yes untuk semua hal yang bisa dunia ini tawarkan!


PS: Mulai nulis senin, selesainya Rabu. Selasa mager cuy!
PS lagi : Sorry bahasanya bar-bar, stay santuy!










Si Tukang Sayur

Tukang sayur, orang yang selalu dinantikan ibu-ibu di kampung kami. Dia tak tampan tak juga rupawan apalagi bergelimang harta, begitu kira-kira lirik lagu menggambarkannya. Justru karena demi mencari sebongkah berlian, si tukang sayur mondar-mandir di jalanan dan perempatan kampung kami.
Beberapa bulan lalu, ia bukan seseorang yang dikenal di kampung sini. Bapak-bapak kurang kerjaan di kedai tuak sering menjadikannya bahan lelucon. ‘Kapan kayanya, jualan sayur begitu setiap hari pun tidak akan menghasilkan duit’ komentar salah satu dari mereka yang disusul tawa cemooh yang lainnya.
  “Iya, mana mungkin kita membeli sayur yang sudah layu itu sementara kita bisa mengambil yang masih segar dari kebun sendiri” kata mereka.
Kami orang desa, jiwa sosial dan kesenangan dalam berbagi masih bisa ditemukan dalam masyarakat kami. Bahkan oleh orang tuaku, memanggil para tetangga untuk menikmati sedikit sayur yang dimasak pagi tadi adalah sebuah kewajaran. Meski untuk makan siang tak cukup, kami diajarkan untuk tetap bahagia dalam kebersamaan. Toh, masih bisa dimasak lagi. Sama halnya dengan memanen sayur dari kebun atau pekarangan rumah bersama ibu-ibu lainnya. Tak perlulah khawatir akan makan apa hari ini. Jika sudah bosan makan terong, masih bisa menikmati sayur daun ubi dari kebun tetangga. 
Si tukang sayur yang malang mondar-mandir dengan gerobak sayurnya, belum lagi suaranya yang sedikit mengganggu kala memanggil pelanggan. Beberapa hari ia mencoba peruntungannya di kampung kami. Tak ada yang membeli. Sayurnya pun layu sia-sia. 
Suatu hari si tukang sayur menyerah memikat hati ibu-ibu yang tak kunjung membeli barang dagangannya. Dengan pasrah ia memperhatikan masyarakat setempat. Kemana bapak-bapak di kampung ini? Justru yang pagi-pagi beraktivitas adalah ibu-ibu dan anak sekolah. 
Dengan rasa penasaran, si tukang sayur menanyakan kemana bapak-bapak di kampung ini. Sedari tadi ia duduk memperhatikan jalanan, hanya ada satu dua lelaki yang lewat.
“Masih tidur” jawab seorang ibu dari kelompok itu. 
“Ah, kau enak. Punya suami pelayaran, banyak duit. Harusnya sekarang ini kau membangun rumah di kota” seru seorang ibu dengan badan besar berdaster motif kembang. 
Kelompok ibu-ibu itu mulai berceloteh. Mengomentari suami masing-masing. Ada yang suaminya pulang sekali setahun demi mencari nafkah. Ada juga yang masih tidur karena pengangguran dan hanya mengharapkan duit kiriman anaknya yang pergi merantau. Si tukang sayur hanya menyimak.
Keesokan harinya, ia kembali lagi ke kampung kami. Membawa gerobak sayurnya lengkap dengan kertas karton bertuliskan daftar harga sayurnya yang bisa dikatakan sangat murah. Jika dipikir-pikir, ia sangat berani berdagang dengan harga yang terjun bebas seperti itu. Ini bukan lagi berdagang, tapi beramal, pikirku sambil menyeruput secangkir kopi panas di teras rumah.
Tatapan aneh dengan sorot penasaran tampak jelas di mata orang-orang yang lewat di persimpangan itu. Apakah itu semacam mantera? Ah tidak mungkin, meski orang kampung aku tahu betul itu adalah strategi pemasaran si tukang sayur persis seperti yang dituliskan dalam buku yang beberapa hari lalu kubaca di perpustakaan sekolah. 
Cerdas juga dia, pikirku.
Tidak lama berselang, seorang ibu menghampiri si tukang sayur. Bercakap-cakap sebentar, mungkin juga menawar. Lalu pergi membawa sekantong penuh berisi sayur. Orang-orang yang berpapasan dengan ibu tadi heran, mengapa membeli sayur padahal bisa memetiknya sendiri di pekarangan. Tidak bisa kupastikan apa jawabannya. Ibu itu seperti menghipnotis ibu-ibu lainnya di sekitar perempatan. Ada pula yang menjadikannya bahan pergunjingan. Seorang yang membawa sekantong penuh berisi sayuran itu kini menjadi selebriti di kampung kami -menuai kontroversi 
Keesokan harinya, Si ibu yang kemarin membeli sekantong penuh sayur datang lagi menghampiri si tukang sayur. Kali ini ia membawa keranjang ukuran sedang. Rupanya ia ingin membeli lebih banyak dari kemarin. 
“Persiapan untuk makan malam” katanya pada si tukang sayur.
Tak lama kemudian, 3 ibu lainnya datang dengan tatapan penasaran. Seseorang di antaranya mulai bercakap-cakap dengan si tukang sayur. Tak jelas juga apa yang mereka perbincangkan.
 “Mana bisa kaya, jualan dengan harga semurah itu” Komentar bapak-bapak yang sepertinya sedang menikmati udara pagi sambil memperhatikan selebriti baru di kampung kami, si tukang sayur.
“Baguslah harganya murah, jadi ibu-ibu tidak perlu pusing lagi ingin masak apa. Para suami pun tidak perlu khawatir mau makan apa, bahkan anak-anak kita tidak akan mengeluh lagi karena menu yang itu-itu saja” Balas seorang ibu yang sepertinya fans berat si tukang sayur.
Masuk akal juga, pikir ibu lainnya yang hendar mencari sayur untuk dimasak makan siang anaknya. Bukan hanya dia yang berpikir demikian, buktinya setiap hari dagangan si tukang sayur laku keras. Ia menjadi perbincangan di kampung kami. Bapak-bapak yang awalnya mencemooh, sekarang balik mendukung si tukang sayur. Berkatnya mereka tidak lagi harus memakan sayur daun ubi atau terong rebus, menu yang sama dengan kemarin dan hari-hari sebelumnya. Berkatnya ada banyak pilihan makanan yang dinantikan anak-anak sepulang sekolah. Ikan goreng, sambal tempe, tumis kangkung sampai kombinasi ketiganya sekarang tersedia di meja makan menyambut mereka yang mulai kelaparan. 
Si tukang sayur datang setiap pagi. Menunggu ibu-ibu di perempatan yang sama. Dagangannya laku keras dan habis terjual. Kini ia tak hanya menjual sayur dan bumbu dapur, ia juga membawa ikan dan tempe dari kota. Ia tanpa sadar memperkenalkan kebutuhan baru pada masyarakat di kampung kami. Mereka yang awalnya masak dengan bumbu sederhana sekarang mulai mencari-cari merica, ketumbar, daun bawang, daun jeruk dan rempah lainnya. Bahkan kemarin ada yang membeli biji pala tanpa tau digunakan untuk memasak apa. 
Membeli sayur sekarang merupakan aktivitas yang dinanti-nanti oleh masyarakat di kampung kami. Kadang menjadi ajang bertukar gossip, kadang pula menjadi ajang pamer siapa yang terlihat ‘MAMPU’ membeli sayur paling banyak. Harga yang naik pun tidak jadi masalah. Semakin hari, dagangan si tukang sayur semakin laris saja. Belum jam 9 pagi, semua sayurnya sudah di borong ibu-ibu.  Siapa cepat, dia dapat. Dan dari teras rumahku kuperhatikan sambil menyeruput kopi hitam hasil kebun kami. 
Ada yang menarik dari adegan di bawah perempatan jalan itu. Si tukang sayur tak lagi membawa property kesayangannya. Konon kabarnya, harga sayurnya semakin mahal saja. Ada yang bilang itu disesuaikan dengan kenaikan BBM. 
Perlahan ada yang mulai kurindukan di kampung kami. Sekarang tak ada lagi tawa kecil di kebun belakang rumah dari ibu-ibu yang datang hendak memetik sayur. Kebersamaan yang dulu kami pupuk perlahan runtuh digantikan dengan acara nongkrong bersama si tukang sayur. Nampaknya si tukang sayur telah menciptakan gaya hidup baru di kampung kami. Tak ada lagi tawaran makan siang gratis dari tetangga atau sebaliknya. Ah, bagaimana bisa saya mengharapkan makan siang gratis, toh mereka harus keluar uang demi membeli sayur dan ikan. Bisa rugi kan kalau menampung tetangga lain untuk makan bersama. 
Beberapa hari ini si tukang sayur selalu datang telat. Seorang ibu tampak duduk bermalas-malasan di teras rumahnya dengan dalih sedang menunggu si tukang sayur. Anaknya yang masih kelas 1 SD mulai gelisah karena lapar. Menu 4 sehat hampir sempurna di atas meja seperti kemarin-kemarin kini tak ada lagi. Ia kemudian meminta uang kepada ibunya untuk membeli mie instan. 
Ah, sepertinya aku harus membeli mie instan karena ibu tidak masa apa-apa siang ini. 
“Kemana ya si tukang sayur” diam-diam aku juga mulai menunggu kedatangannya.
Meski demikian, telatnya si tukang sayur tidak membuat ibu-ibu di kampung kami murkah. Mereka justru bersyukur, menunggu si tukang sayur adalah alasan yang sempurna untuk duduk bersantai dan bergosip. Berkatnya warung-warung yang menjual telur dan mie instan pun terbantu. Jika tak sabar menunggu, jalan cepatnya adalah ke warung. Sepertinya roda bisnis di kampungku sedikit demi sedikit mulai berputar berkat si tukang sayur.
PS : Cerpen ini ditulis jam 3 subuh menjelang tahun baru 2019, oh i mean sudah tahun baru hehehee waktu itu ditulisnya karena ada lomba penulisan cerpen tapi justru tidak diikutsertakan, niatnya lagi mau kirim ke website berbayar tapi.. ah sudahlah, dipublish disini ajalah